Ini adalah cerita nyata yang saya
peroleh ketika melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan atau praktik mengajar
di sekolah. Jadi pada suatu waktu ketika saya sedang melaksanakan praktik
konseling kelompok dengan anak kelas VIII, muncul pertanyaan lugu dari salah
satu anggota kelompok. Begini kira-kira pertanyaannya, “Menurut Bu Hani, usia
yang ideal buat pacaran itu sebenernya kapan?”. Cukup lugu bukan pertanyaan
tersebut? Tapi sungguh, membuat saya bergeming sejenak. Susah menjelaskan jawabannya kepada anak
remaja masa kini. Karena jawaban untuk
pertanyaan tersebut sangatlah subyektif. Sehingga saya jawab, “Kalau
menurut Bu Hani, nggak ada. Karena Bu Hani ga terlalu setuju dengan pacaran.”
Kemudian salah satu anggota kelompok lainnya menimpali pernyataan saya,
“Pacarannya setelah menikah ya Bu?”. Yap, jawaban inilah yang saya
tunggu-tunggu. Disinilah saya berpikir, dari anak-anak saya bukan hanya belajar
untuk menjadi guru BK. Tetapi saya belajar banyak hal yang tak terduga seperti
ini.
Pada suatu kesempatan lain ketika
pembahasan pacaran menjadi pilihan topik dalam bimbingan kelompok yang saya
laksanakan dengan kelas 8, saya tidak secara tegas melarang mereka untuk berpacaran.
Karena itu bukan hak saya. Saya hanya mengingatkan kepada mereka bahwa berinteraksi
dengan lawan jenis itu ada batasannya, begitu pula dengan pacaran. Disini saya
jelaskan bagaimana dampak terburuk dari pacaran. Mereka juga memahami tentang
zina, bukan muhrim, dan segala ajaran dalam agama. Saya meyakinkan diri saya
sendiri dan mereka, bahwa saya percaya jika setiap anak sebenarnya baik dan tau
mana yang benar dan salah. Begitupun perihal pacaran.
Bukan hal yang salah ketika anak
seusia mereka, pacaran atau percintaan menjadi topik yang menyenangkan bagi
mereka untuk di bahas. Mereka sedang berada pada masanya. Tugas perkembangan
mereka memang mengenal lawan jenis. Disinilah PR bagi para orang tua dan guru
untuk memberikan arahan yang tepat bagi mereka. Karena pergaulan remaja masa
kini cukup memprihatinkan.
0 komentar:
Posting Komentar