Buscar

Tipe Istri Idaman Kamu yang Seperti Apa?



Jika yang kau cari adalah perempuan layaknya koki pribadi dengan kemampuan memasak sejago koki restoran bintang 5, mohon maaf jelas itu bukan aku. Tapi jika yang kau cari adalah perempuan yang bersedia belajar memasak, insyaAllah akan ku usahakan. Meskipun untuk saat ini kau hanya akan menemukan aku yang baru bisa memasakkanmu sayur tumis, sop, gorengan dan sambal bawang.


Jika yang kau cari adalah perempuan dengan riasan make up yang menawan, mohon maaf aku mundur. Tapi jika yang kau cari adalah perempuan yang akan tampil cantik bawaan lahir dan sederhana di depanmu, aku akan maju walau hanya bersenjata pensil alis dan lipstik.


Jika yang kau cari adalah perempuan sosialita dengan barang-barang branded dan keren atau gamis-gamis mahal dan jilbab besar. Mohon maaf aku belum mampu. Tapi jika yang kau cari adalah perempuan sederhana dengan pakaian sopan dan semampunya, jelas itu aku dengan pakaian-pakaian yang entah sudah berapa lama ku beli dan masih awet meski warnanya mulai sedikit memudar.


Jika yang kau cari adalah perempuan kuat, tegar dan anti menangis. Mohon maaf aku tak sekuat itu. Tapi jika yang kau cari perempuan berhati lembut, mungkin bisa jadi itu aku dengan air mata yang menetes ketika menonton reality show yang menyedihkan.


Lalu, apakah aku yang sedang kau cari?

Sekilas tentang P A C A R-an



Ini adalah cerita nyata yang saya peroleh ketika melaksanakan Praktik Pengalaman Lapangan atau praktik mengajar di sekolah. Jadi pada suatu waktu ketika saya sedang melaksanakan praktik konseling kelompok dengan anak kelas VIII, muncul pertanyaan lugu dari salah satu anggota kelompok. Begini kira-kira pertanyaannya, “Menurut Bu Hani, usia yang ideal buat pacaran itu sebenernya kapan?”. Cukup lugu bukan pertanyaan tersebut? Tapi sungguh, membuat saya bergeming sejenak.  Susah menjelaskan jawabannya kepada anak remaja masa kini. Karena jawaban untuk  pertanyaan tersebut sangatlah subyektif. Sehingga saya jawab, “Kalau menurut Bu Hani, nggak ada. Karena Bu Hani ga terlalu setuju dengan pacaran.” Kemudian salah satu anggota kelompok lainnya menimpali pernyataan saya, “Pacarannya setelah menikah ya Bu?”. Yap, jawaban inilah yang saya tunggu-tunggu. Disinilah saya berpikir, dari anak-anak saya bukan hanya belajar untuk menjadi guru BK. Tetapi saya belajar banyak hal yang tak terduga seperti ini.

Pada suatu kesempatan lain ketika pembahasan pacaran menjadi pilihan topik dalam bimbingan kelompok yang saya laksanakan dengan kelas 8, saya tidak secara tegas melarang mereka untuk berpacaran. Karena itu bukan hak saya. Saya hanya mengingatkan kepada mereka bahwa berinteraksi dengan lawan jenis itu ada batasannya, begitu pula dengan pacaran. Disini saya jelaskan bagaimana dampak terburuk dari pacaran. Mereka juga memahami tentang zina, bukan muhrim, dan segala ajaran dalam agama. Saya meyakinkan diri saya sendiri dan mereka, bahwa saya percaya jika setiap anak sebenarnya baik dan tau mana yang benar dan salah. Begitupun perihal pacaran.

Bukan hal yang salah ketika anak seusia mereka, pacaran atau percintaan menjadi topik yang menyenangkan bagi mereka untuk di bahas. Mereka sedang berada pada masanya. Tugas perkembangan mereka memang mengenal lawan jenis. Disinilah PR bagi para orang tua dan guru untuk memberikan arahan yang tepat bagi mereka. Karena pergaulan remaja masa kini cukup memprihatinkan.