Hanifah
Sarah Swasti
1301414092
Bimbingan
dan Konseling
hanifahsswasti@gmail.com
“Hidup tak selalu sesuai keinginanmu.
Pasti ada masalah, namun masalah membawa pengalaman, dan pengalaman membawa kebijaksanaan.”
(Anonymous)
Adakah Manusia yang Hidup Tanpa
Masalah?
Menurut Mappiare dalam Sugiharto
(2007) masalah adalah kesenjangan antara kondisi saat ini pada individu dengan
apa yang diharapkan oleh individu atau lingkungannya dan di dalamnya terdapat
hambatan untuk mencapai tujuan. Sederhananya masalah merupakan kesenjangan
antara harapan dengan kenyataan. Hingga tak ada satupun manusia yang terlepas
dari masalah. Bahkan bayi baru lahir saja memiliki masalah. Apalagi seorang
anak-anak, remaja, dewasa, dan orang tua. Sudah pasti seiring bertambahnya usia
manusia maka permasalahan yang dihadapi akan semakin kompleks. Oleh karena itu,
hadirlah konselor untuk membantu individu mengentaskan masalahnya. Siapa itu
konselor? Konselor merupakan seseorang yang melakukan kegiatan konseling. Konseling itu sendiri merupakan proses
pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang sedang mengalami suatu masalah (disebut
konseli) yang bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli.
(Prayitno dan Erman Amti 2004)
Terkadang cukup dengan di dengarkan
tanpa diberi masukan untuk jalan keluar dari masalahnya saja seseorang sudah
merasa beban masalah yang di hadapinya berkurang. Namun, pada kenyataannya
tidak semua orang dapat dengan mudah menceritakan apa permasalahan yang sedang
dihadapinya kepada orang lain (konselor). Alasannya karena malu, takut, tidak
percaya dengan konselor, dan banyak alasan lainnya. Padahal seseorang dapat
mengalami depresi karena merasa tertekan oleh masalah yang di pendamnya. Walaupun tak jarang seseorang mencurahkan
permasalahannya pada media sosial dengan memasang status. Hal ini bukan cara yang tepat untuk meluapkan
emosi dan amarah yang hadir ketika masalah datang. Apalagi menggunakan kalimat
kasar yang menyinggung orang lain dalam menuliskan keluh kesah di media sosial justru
akan menambah masalah yang ada.
Apa Itu Terapi Ekspresif?
Terapi ekspresif merupakan salah
satu metode dalam konseling yang masih jarang digunakan. Terapi ini menggunakan
seni sebagai media konseling. Cara ini dapat dijadikan alternatif konseling
bagi individu yang kesulitan menyampaiakan perasaan serta permasalahan yang di hadapinya
secara verbal dan langsung kepada konselor.
Menurut
Abdillah (2015) kunci modalitas terapi ekspresif yang digunakan dalam konseling
terdiri dari berbagai macam bentuk, antaralain:
1.
Seni
visual, melalui gambar dan lukisan dapat membantu individu mengekspresikan
masalahnya. Bukan hal yang penting jika seseorang tidak mampu menggambar atau
melukis dengan baik karena apa yang tergambarkan dan terlukiskan meskipun itu
jelek akan tetap mencerminkan perasaan serta permasalahan yang sedang dihadapi
oleh individu tersebut.
2.
Terapi
Musik, selama terapi musik individu dapat aktif menulis lagu dan menciptakan
musik mereka sendiri. Individu dapat mencurahkan keluh kesahnya melalui lirik
lagu yang diciptakan ataupun lagu yang dinyanyikan. Terapi musik dapat
menurunkan tingkat stres pada individu
3.
Drama,
dalam dunia psikologi penggunaan media drama dalam konseling dikenal dengan istilah
psikodrama. Menurut Coey dalam Pramono (2013) Psikodrama merupakan permainan
peran yang dimaksudkan individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian
lebih baik tentang dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, Dan menyatakan
reaksi terhadap tekanan-tekanan serta masalah yang di hadapnya. Tujuan utama
dari psikodrama ini untuk memberikan intervensi kepada individu agar dapat
keluar dari masalah yang dihadapinya. Intervensi itu sendiri merupakan campur
tangan terapis atau sutradara dalam membantu individu menemukan pencerahan
sebagai jalan keluar dari permasalahannya.
4.
Menulis
Ekspresif, menurut Susanti (2013) melalui menulis ekspresif individu
merefleksikan pikiran dan perasaan terdalamnya terhadap masalah-masalah yang
terpendam. Refleksi ini memfasilitasi individu untuk merubah pikirannya,
meregulasi emosi menjadi lebih baik, serta sebagai media katarsi untuk
mencurahkan emosinya melalui kata-kata yang di tulis oleh individu. Sehingga
emosi negatif yang muncul akan dialihkan menjadi hal yang positif berupa
terciptanya puisi dan prosa.
5.
Terapi
Dansa, individu dapat mengekpresikan diri melalui tari dan gerakan, diyakini
bahwa pengalaman, perasaan, dan permasalahan yang tidak terekspresikan melalui
kata-kata dapat dikomunikasikan dalam proses konseling melalui gerakan atau
tarian. Setiap gerakan yang individu ciptakan akan menjadi gambaran perasaan
serta emosi yang sedang dirasakan oleh individu. Sehingga melalui gerakan atau
tarian tersebut masalah individu dapat tersampaikan pada konselor, kemudian konselor
dapat membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh individu tersebut.
Terapi ekspresif dapat membantu
individu yang memiliki masalah untuk mengekplorasi serta menggungkapkan
perasaan mereka melalui seni. Setiap orang memiliki kemampuan bawaan untuk
menjadi kreatif, dengan begitu seseorang yang memiliki masalah dapat melakukan
relaksasi serta katarsis (metode pelepasan emosi) melalui seni tanpa merasa
terbebani untuk mengungkapkan masalahnya kepada oranglain.
Tujuan
konseling melalui terapi ekspresif ini adalah memberikan sarana bagi individu
untuk melepaskan emosi, perasaan, serta masalahnya melalui berbagai macam seni.
Dengan begitu konselor dapat membantu individu untuk mencari jalan keluar dari
permasalahannya serta membantu individu untuk dapat mengambil hikmah dan mampu
belajar dari masalah yang ada. Selain itu juga membuka kesempatan untuk
seseorang berkarya melalui masalahnya. Menghebatkan diri melalui masalah,
karena masalah ada untuk dihadapi bukan untuk dihindari.
Melalui
terapi ekspresif ini, konseling bukan lagi suatu hal yang menakutkan atau
memalukan tetapi konseling merupakan kegiatan yang membahagiakan dan
menyenangkan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdillah,
Husni. 2015. Penggunaan Seni Ekspresif dalam Bimbingan dan Konseling. Jurnal Bimbingan dan Konseling, Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia. 1:43-49.
Pramono,
Affiyani. 2013. Pengembangan Model Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Psikodrama
Untuk Mengembangkan Konsep Diri Positif. Jurnal
Bimbingan dan Konseling. 2.101.
Prayitno, dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiharto,
dan Mulawarman. 2007. Buku Ajar Psikologi
Konseling. Semarang: Unnes Press.
Susanti, Reni. 2013. Pengaruh
Expressive Writing Therapy Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Berbicara Di
Muka Umum Pada Mahasiswa. Jurnal
Psikologi. 2:1-11
BIODATA PENULIS
Hanifah Sarah Swasti, anak pertama dari 3 bersaudara ini lahir di
Banjarnegara, 2 Juli 1996. Ia merupakan mahasiswi Universitas Negeri Semarang
jurusan Bimbingan dan Konseling. Pernah bercita-cita menjadi guru Matematika,
pegawai bank, seorang akuntan hingga manajer, dan sekarang cita-cita
terbesarnya adalah ingin menjadi seorang motivator disamping cita-cita utamanya
menjadi seorang istri yang sholehah. Jika ada yang ingin curhat ke calon
konselor ini atau sekedar berkenalan dan bertegur sapa dengannya dapat
dihubungi di 089665606544. Atau melalui email hanifahsswasti@gmail.com serta jangan lupa follow instagramnya
@hanifahswasti dan kunjungi blog pribadinya di hanifahswasti.blogspot.com.
0 komentar:
Posting Komentar