PERILAKU
PEMBANGKANGAN (NEGATIVISME)
PADA
ANAK SEKOLAH DASAR
MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas
akhir Mata Kuliah Permasalahan Anak di SD
Dosen
Pengampu :
Dra.
Ninik Setyowani, M.Pd
Oleh
Hanifah Sarah Swasti
1301414092
Rombel 1
JURUSAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS
ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sekolah dasar merupakan pendidikan
dasar bagi anak dengan usia sekitar 7 tahun-13 tahun yang diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap, kemampuan, serta keterampilan dasar yang diperlukan anak
untuk hidup dalam masyarakat. Selain itu, Sekolah Dasar mempersiapkan peserta
didik untuk melanjutkan ke pendidikan lanjut.
Pada usia Sekolah Dasar, anak
berada pada perkembangan masa anak-anak awal. Dimana perkembangan psikososial
dimulai dapat dilihat dari semakin
meluasnya pergaulan sosial anak. Anak mulai melepaskan diri dari lingkungan
keluarga. Dengan begitu pengaruh lingkungan luar akan sangat berpengaruh
terhadap perkembangan sosial serta perilaku anak.
Dan dalam praktiknya di sekolah
juga tidak terlepas dari perilaku-perilaku menyimpang yang dialami oleh anak.
Menurut Saomah, ada beberapa permasalahan anak dalam bidang sosial yang
meliputi perilaku-perilaku agresif, daya suai kurang, pemalu, anak manja,
negativisme (pembangkangan), perilaku berkuasa, dan perilaku.
Sehingga dalam makalah ini akan
membahas mengenai perilaku pembangkangan (negativisme)
yang terjadi pada anak Sekolah Dasar.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana fenomena perilaku
pembangkangan di sekolah pada anak Sekolah Dasar?
2. Mengapa anak Sekolah Dasar
melakukan pembangkangan?
3. Bagaimana akibat dari perilaku
pembangkangan pada anak Sekolah Dasar?
4. Bagaimana cara mengatasi
perilaku pembangkangan pada anak Sekolah Dasar?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui fenomena
perilaku pembangkangan di sekolah pada anak Sekolah Dasar.
2. Untuk mengetahui alasan anak
melakukan pembangkangan.
3. Untuk mengetahui akibat yang di
timbulkan dari perilaku pembangkangan yang dilakukan anak Sekolah Dasar.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi
perilaku pembangkangan pada anak Sekolah Dasar.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN
A.
Landasan Teori
1.
Pengertian Pembangkangan (Negativisme)
Menurut Riyani
(2011), negativisme atau pembangkangan merupakan gabungan antara keyakinan
diri, perlindungan diri, dan penolakan terhadap yang berlebihan. Negativisme
merupakan akibat suatu situasi sosial, misalnya disiplin yang terlalu.
Negativisme
merupakan perlawanan yang dilakukan anak pada otoritas orang tua atau orang
dewasa lain termasuk guru di skolah. Pembangkangan dapat berwujud fisik dan
verbal. Negativisme yang berlebihan berawal dari sikap yang ingin menjauhkan
diri dari setiap usaha pendekatan karena anak ingin menunjukan bahwa ia lebih
kuat dari orang dewasa. Atau anak ingin melepaskan diri dari ikatan.
Anak yang mempunyai
orang tua otoriter memang tidak berani melawan secara terbuka, tetapi dengan
cara tidak segera menjalankan perintah orang tua. Ada juga anak yang menentang
perintah orang tua dengan cara memberikan bermacam-macam alasan bahwa dia tidak
dapat atau tidak sanggup melaksanan perintah yang diberikan.
Jadi, dapat
disimpulakan bahwa pembangkangan merupakan wujud perlawanan dari anak atas
ketidak satujuannya dengan pendapat atau perintah orang dewasa.
2.
Faktor Penyebab
Faktor penyebab
terjadinya pembangkangan juga dapat dilihat dari faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan sosial anak. Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Apabila lingkungan sosial tersebut
mendukung perkembangan anak secara positif, maka anak akan mampu mencapai
perkembangan sosialnya secara matang. Begitu juga sebaliknya, ketika lingkungan
sosialnya tidak mendukung secara positif maka perilaku anak akan cenderung
negatif dan menyimpang.
Menurut Rifa’i dan
Anni (2012), faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak adalah sebagai
berikut :
a. Keluarga
Keluarga merupakan sekolah
pertama bagi anak-anak. Lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap
perkembangan sosial anak. Keluarga disini diartikan sebagai orang tua. Cara
mendidik dan pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
anak di sekolah. Terlebih lagi ketika anak berada pada tahun-tahun pertama
kehidupan anak cenderung lebih menyerap apa yang dilakukan orang tua terhadap
dirinya.
Anak yang dibesarkan dalam
lingkungan keluarga yang demokratis, memungkinkan anak untuk melakukan
penyesuaian paling baik di bandingkan dengan anak yang di besarkan dengan pola
asuh otoriter. Karena anak-anak yang dididik dengan otoriter akan cenderung
menjadi pendiam dan tidak suka melawan. Atau sebaliknya, anak akan cenderung membangkang
dan bertindak agresif.
b. Sekolah
Ketika anak-anak memasuki
sekolah, guru mulai memasukan pengaruh sosialisasi mereka. Dan pada masa ini
pengaruh teman sebaya cenderung lebih kuat jika dibandingkan dengan pengaruh
dari orang tua dan guru.
Pengaruh yang kuat dari kelompok
teman sebaya pada anak-anak akhir, atau sekitar kelas 6 SD sebagian berasal
dari keinginan anak untuk dapat diterima oleh kelompok dan karena instensitas
menggunakan waktu yang lebih banyak dengan teman sebaya. Sehingga kebanyak anak
pada usia ini cenderung mengikuti bagaimana teman-teman sebayanya bergaul.
c. Masyarakat
Pada anak mulai sekolah, anak
memasuki usia geng, dimana pasa usia tersebut kesadaran sosial anak berkembang
dengan pesat. Dengan begitu, kehidupan geng akan turut mempengaruhi perkembangan
berbagai macam perilaku sosial anak. Geng membantu anak-anak menjadi pribadi
yang mampu bermasyarakat, namun juga kehidupan gang menopang perkembangan
kualitas perilaku sosial tertentu yang tidak baik, seperti sombong, kenakalan,
dan sebagainya. Hingga perilaku-perilaku tersebut meresahkan orang tua, guru,
dan masyarakat.
Faktor-faktor
diatas merupakan faktor eksternal terjadinya perilaku pembangkangan pada anak
Sekolah Dasar. Dan berikut faktor-faktor internal menurut Riyani (2011) yang
mempengaruhi perilaku pembangkangan pada anak Sekolah Dasar :
a. Kematangan
Dalam bersosialisasi memerlukan
kematangan fisik dan psikis untuk mampu mempertimbangkan proses sosial. Seperti
memberi dan menerima pendapat orang lain. Hal ini memerlukan kematangan
intelektual dan emosi. Semakin matang intelektual serta emosinya, maka anak
akan berperilaku sesuai dengan norma dan paham mana yang baik dan buruk.
b. Kapasitas mental: Emosi dan
Intelegensi
Kemampuan berpikir akan
mempengaruhi banyak hal. Begitu juga perkembangan emosi, berpengaruh terhadap
perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelektual tinggi serta
pengendalian emosu secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan sosial anak.
c. Jenis kelamin dan umur
Jenis kelamin berpengaruh
terhadap perilaku membangkan pada anak. Anak laki-laki akan cenderung
berperilaku membangkan karena merasa dirinya lebih kuat dan berkuasa daripada
anak perempuan. Selain itu, umum juga mempengaruhi pembentukan sikap dan pola
tingkah laku anak.
B.
Pembahasan
1.
Fenomena Perilaku Pembangkangan
pada anak Sekolah Dasar
Di sekolah, banyak
guru SD merasa resah karena perilaku anak didiknya di kelas yang berani
membangkan perintah guru. Perilaku pembangkangan tersebut biasanya terjadi pada
anak kelas 6 SD. Dimana mereka merasa sudah bukan lagi anak kecil sehingga
merasa memiliki hak otonomi atas kehidupannya. Mereka merasa berhak untuk
mengatur dirinya sendiri dan mencapai kebebasan. Pada masa ini, anak
berkeinginan bahwa betapa bahagianya dapat bercengkerama diantara teman-teman
sebaya tanpa dibatasi oleh orang tua.
Tak jarang ketika
guru sedang menjelaskan materi, suasana kelas berubah menjadi sangat gaduh dan
sulit untuk di kondisikan karena para siswa asik bergurau dengan temannya. Atau
ketika guru memberikan tugas dan perintah, siswa berani melawan secara verbal
berupa perkataan. Bahwa tak jarang ada beberapa siswa yang berani berbicaara
pada guru dengan nada tinggi. Hal ini membuat para guru merasa terganggu dan
menganggap siswanya tak lagi memiliki rasa hormat pada gurunya.
Dengan begitu, anak
yang salah mengartikan otonomi bagi kehidupannya akan sulit untuk di kontrol
dan dikendalikan. Kebanyakan anak melakukan apa yang ingin mereka lakukan tanpa
memperdulikan hal yang dilakukan sesuai atau tidak dan benar atau salah hingga
melanggar norma-norma kesopanan.
Penyebabnya
tontonan televisi sangat berpengaruh terhadap perilaku tersebut. Sinetron yang
menampilakan perilaku anak sekolah yang tidak sesuai justru di tampilkan.
Kemudian adegan-adegan perkelahian antar siswa hingga pakaian siswa yang tak
sesuai ini jika secara terus menerus di tonton oleh anak sekolah, maka tak
khayal jika anak-anak sekolah masa kini akan mencontoh bagaimana anak-anak
sekolah yang di tampilkan pada sinetron.
2.
Alasan anak berperilaku
membangkang
a. Keinginan untuk diperhatikan
dan diutamakan
Perilaku membangkan terjadi
karena anak merasa dirinya terabaikan dan kurang diperhatikan. Anak berusaha
membangkan agar guru memperhatikan dirinya.
b. Keinginan untuk meluruskan atau
membenarkan secara positif
Anak melakukan pembangkangan
tidak selalu bersifat negatif. Ada saatnya anak membangkang karena bermaksud
memperbaiki sesuatu yang dianggapnya tidak tepat.
c. Gaya mengajar guru yang kurang
tegas
Guru yang mengajar kurang
tegar cenderung memberikan peluang yang besar bagi siswa untuk membangkan.
Sehingga sangat diperlukan guru yang tegas namun tidak galak dan kasar untuk
membangun rasa percaya siswa pada guru.
d. Ingin menutupi kekurangan
Siswa membangkan perintah
guru karena dirinya merasa tidak mampu untuk melaksanakan perintah yang
diberikan oleh guru. Sehingaa pembangkangan menjadi salah satu cara mekanisme
pertahanan siswa untuk menutupi kekurangan yang ada pada dirinya.
3.
Akibat perilaku pembangkangan anak
a. Terhambatnya proses tercapainya
prestasi yang optimal.
Adanya pembangkan di kelas,
akan menimbulakan kegaduhan di kelas. Hal ini akan membuat proses belajar
mengarjar terganggu. Sehingga akan menghambat tercapainya prestasi yang optimal
pada siswa.
b. Tidak di terima oleh kelompok
sebaya.
Siswa yang berani membangkan
akan di tolak teman-teman kelasnya, karena mereka merasa takut untuk bergaul
dengan siswa yang sering membangkan.
c. Dipandang negatif oleh guru.
Anak yang sering membangkan
memang akan memperoleh perhatian khusus dari guru. Namun perhatian ini dalam
bentuk pandangan negatif dari guru. Para guru akan berpikir anak tersebut nakal
dan susah diatur. Ini akan mempengaruhi secara subyektif penilain guru terhadap
anak tersebut.
4.
Upaya Penanganan Perilaku
Pembangkangan
a. Guru
Peranan guru dalam mengatasi
perilaku pembangkangan ini sangat penting karena guru merupakan orang tua kedua
anak ketika di sekolah. Berikut hal-hal yang dapat dilakukan guru untuk
mengatasi perilaku pembangkangan pada anak Sekolah Dasar :
1) Mengatur Kondisi kelas
Melalui prinsip behavioral
dapat dijadikan salah satu metode pendekatan untuk menghadapi anak berperilaku
membangkang. Yaitu memfokuskan pada perilaku positif melalui pemberian
reinforcement atau penguatan bagi anak.
2) Merubah Gaya Mengajar
Gaya belajar yang terlalu
demokratis dan kurang tegas akan membuat para siswa semakin melonjak serta
berani untuk membangkan perintah yang diberikan guru. Sebaliknya, gaya mengajar
yang galak dan otoriter justru akan membuat para siswa merasa tertekan dan
tegang ketika pelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, alangkah lebih baiknya
jika gaya belajar yang demokratis namun juga tegas. Sehingga siswa tetap bisa
menyampaikan pendapatnya dengan baik tanpa membangkang dan tetap menghormati
guru.
3) Menerapkan Disiplin Dan Membangun
Komunikasi Di Kelas
Komunikasi merupakan kunci
utama pada sebuah hubungan. Termasuk hubungan yang tercipta antara siswa dengan
guru di kelas. Sebaiknya guru mampu membangun komunikasi yang baik dengan
siswa. Sehingga siswa dapat menyampaikan pendapatnya secara sopan bukan dalam
wujud pembangkangan. Selain itu, pembiasaan sikap disiplin di kelas juga sangat
penting untuk melatih perilaku siswa.
b. Orang Tua
Menghadapi masalah penyimpangan
perilaku anak, tidak akan terselesaikan dan anak berubah menjadi anak yang baik
jika orang tua hanya bersikap reaktif dan memberikan perlakuan keras terhadap
anak. Seperti memarahi, mencubit atau memukul. Hal tersebut tidak akan mengubah
perilaku anak, melainkan memberikan reaksi perlawanan secara langsung maupun tidak
langsung. Perlawanan tersebut dapat berupa non verbal, seperti mata melotot,
menangis keras, ataupun wajah cemberut. Ini justru akan menjadi usaha yang
gagal untuk memperbaiki perilaku anak yang menyimpang.
Maka dari itu, orang tua harus
dapat memahami tentang proses perkembangan anak dan bijak dalam mengatasi
perilaku anak yang membangkan, terkhususnya perilaku membangkan. Berikut ada
beberapa cara orang tua untuk menghadapi anak yang membangkang :
1) Menghindari perlakuan kasar
pada anak.
Ketika anak membangkan,
sebaiknya orang tua tidak langsung bereaksi negatif untuk menghentikan tindakan
tersebut. Seperti memarahi atau menghardik anak. Sebaiknya orang tua berusaha
untuk memahami maksud dan tujuan serta alasan yang melatarbelakangi tindakan
membangkan anak tersebut. Contohnya dengan bertanya baik-baik dan menegur anak
secara halus serta memberikan alasan serta pemahaman pada anak.
2) Mendengarkan suara hati anak
Orang tua harus mampu menjadi pendengar yang baik bagi anak serta mampu
memahami dan menerima segala bentuk keluhan anak. Carilah solusi yang tepat
untuk menyikapi suara hati anak tersebut. Kemudian membuat anak merasa nyaman,
aman, dan gembira ketika berada di samping orang tua. Perhatian dan kepedulian
orang tua akan membuat anak merasa diayomi, dilindungi serta di perhatikan.
Sehingga sikap membangkang anak dapat ditekan dan dikendalikan dengan baik.
3) Membangun empati terhadap anak
Anak yang membangkang pasti
mempunyai alasan dan maksud untuk meminta orang tua memperhatikan serta mendengarkan
apa keinginan atau keluhan anak. Oleh karena itu, sudah seharusnya orang tua
mampu membangun rasa empati terhadap kebutuhan maupun keingin anak.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Pembangkangan merupakan bentuk
perilaku anak untuk melawan perintah orang dewasa. Di Sekolah Dasar, perilaku
pembangkangan dilakukan oleh anak kelas VI yang merasa telah memiliki hak otonomi atas
kehidupannya. Sehingga sulit untuk dikontrol dan dikendalikan oleh guru.
2. Anak melakukan pembangkangan
karena ingin di perhatikan, keinginan untuk membenarkan apa yang mereka anggap
salah, gaya mengajar guru yang kurang tegas, dan menutupi kekurangan yang ada
pada diri anak.
3. Akibat yang ditimbulkan dari
perilaku pembangkangan pada anak adalah terhambatnya proses tercapainya
prestasi belajar yang optimal, tidak di terima oleh kelompok
4. Cara mengatasi perilaku
pembangkangan pada anak SD yang dapat dilakukan oleh orang tua dengan menghindari
perilaku kasar, dengarkan suara hati anak, dan membangun empati terhadap anak.
Sedangkan cara mengatasi perilaku pembangkangan pada anak SD yang dapat
dilakukan oleh guru dengan mengatur kondisi kelas, merubah gaya mengajar, dan
membangun komunikasi kelas yang baik.
B.
Saran
Untuk Orang Tua
1. Orang tua sebaiknya dapat
memahami tahap perkembangan anak, sehingga dapat memberikan perlakukan yang
sesuai dengan perkembangan anak agar tercapainya perkembangan anak yang
optimal.
2. Orang tua sebaiknya tidak
merespon secara negatif dalam menghadapi perilaku anak yang bermasalah.
Untuk Sekolah
1. Sekolah sebaiknya lebih
membangun koordinasi dengan orang tua.
2. Sekolah dapat memberikan
teguran atau sanksi khusus bagi siswa yang sering melakukan pembangkan di
sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Rifa’i, Achmad dan Anni, Catharina Tri. 2012. Psikologi Pendidikan. Semarang: UNNES Press.
Riyani, Ely. 2011. Studi Kasus Tentang Anak yang Memiliki Perilaku
Sosial Negatif di Sekolah pada anak kelas VI sekolah dasar negeri 1 sedayu
kabupaten grobogan tahun pelajaran 2008/2009. Skripsi. UNS.
Saomah, aas. 2004 Permasalahan anak dan upaya penangannya. Makalah
Surya, Hendra. 2004. Kiat
Mengatasi Penyimpangan Perilaku Anak
(Usia 3-12 Tahun). Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.
Woolfolk, Anita E, dan Nicolich. Mendidik Anak-Anak Bermasalah (Psikologi Pembelajaran II). Depok:
Inisiasi Press.